"Semakin orang berbicara, semakin ia salah". - Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Berdegup jantung saya waktu baca quote tersebut dari sebuah majalah islami. Quote (kutipan) tersebut mungkin udah sering kamu baca atau setidaknya banyak orang yang sering berpendapat kalo manusia yang banyak bacotnya *upps --banyak bicara : red-- justru banyak juga bohongnya, karena semakin banyak ucapan yang dilontarkan semakin banyak juga kesempatan untuk berdusta (naudzubillahhimindzalik..). Terus apa hubungannya dong kutipan tersebut sama judul postingan saya kali ini ??? Penasaran kan, akan saya beberkan sedikit sejarahnya sehingga kutipan tersebut bisa turut mendukung kegiatan puasa bicara ini.
Oke, yuk kita refresh lagi otak kita, mengingat kembali makna dasar puasa yaitu al-imsaak , yang artinya menahan, yang oleh ulama fiqih didefinisikan menjadi : aktivitas menahan makan dan minum, sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Dalam al-Qur'an pun, kata puasa disebut dalam dua macam yaitu shaum dan shiyam. Kata shiyam paling banyak disebutin, diantaranya dalam QS. Al- Baqarah : 183, QS. An-Nisa : 91, QS. Al-Maidah : 92 dan seterusnya. Puasa yang disebutkan dalam beberapa ayat diatas termasuk puasa jasmaniyah dan hanya menyangkut urusan fiqih semata, yang adik kita alias anak kecil juga bisa untuk melaksanakannya, ya gak? Malu aja dong kalo kamu puasa jasmaniyah ga tamat. -_-"
Sementara itu, kata shaum justru cuma disebutin satu kali loh ! Yaitu dalam QS. Maryam : 26, yang artinya seperti ini :
"Sesungguhnya aku bernazar kepada Yang Maha Pengasih untuk berpuasa, dan tiada akan berbicara pada hari ini."
Dan para ulama tafsir sepakat untuk menerjemahkan kata shaum dalam ayat ini bukan untuk menahan diri dari makan dan minum, tapi untuk menahan diri dari segala bentuk ucapan dan perkataan. Nah lo, dah jelas kan tuh tercantum dalam kitab suci al-Qur'an.
Sedikit kisah di zaman Nabi, waktu itu Siti Maryam menjalani puasa tersebut, yaitu gak bicara dan gak mau ngedengerin orang bicara. Hmmm,,, kayanya kalo puasa jenis kayak gini, anak kecil ga akan dengan gampangnya bisa. Tapi, disinilah esensinya puasa tersebut. Kita harus memahami dan menjalankan puasa bukan cuma dari kata shiyam tapi juga dari kata shaum yaitu puasa yang gak makan dan minum, plus puasa gak banyak bicara dan gak ngedengerin obrolan yang gak bermanfaat. Inilah jenis puasa dimensi ruhaniah alias tasawuf, yang salah satunya adalah puasa bicara yang lagi kita bahas sekarang. Dan puasa jenis ini gak dibatasi mulai dari terbit sampai terbenamnya matahari doang loh, kita bisa menjalani puasa ini sepanjang waktu. As we know more fasting is more benefit. :)
Puasa bicara dimaksudkan untuk gak bicara meskipun tentang hal-hal yang boleh dibicarakan. Kita kudu ngurangin pembicaraan yang ga perlu. Kita cuma bicara untuk sesuatu yang mendatangkan manfaat. Dalam al-Qur'an, kita cuma boleh bicara untuk keperluan sedekah dan mendamaikan orang. Dan ga ngedengerin suara-suara yang ga perlu juga termasuk puasa bicara. Tentunya ga mesti jadi bisu sih kitanya, tapi dimulai dengan mengurangi omongan-omongan geje, contohnya gosip atau ngedengerin gosip. Tentunya bisa kita mulai sedikit demi sedikit.
Menurut para sufi, kita sering banget disibukkan dengan hiruk-pikuk suara disekitar kita. Kita sibuk ngoceh plussibuk juga dengerin ocehan orang. Makanya, kita jadi tuli dan kurang peka ngedengerin kata dari alam batin kita; kata yang datang dari hati nurani dan kata yang datang dari alam gaib dan ruhani. Yang artinya, mata batin dan ruh kita tuh udah buta, wiw !!! serem kaan, jangan sampai kaya gitu deh.
Dan akhirnya, kalau orang sedikit berbicara, maka bakalan tajam dan dapet petunjuk dari alam ruhani. Karena, kata Khalifah Ali bin Abi Thalib, "Semakin orang berbicara, semakin ia salah".
Sudahkah kamu puasa bicara ??
Wallahu a'lam bish showaab.
Wrote by Unknown